![]() |
Miss corner |
Selalu ada rasa sesak yang tanpa terduga pasti
akan menempati ruang ini. Ruang kecil terselubung yang rasanya kerap berubah
volume. Tak jelas apa yang membuatnya sesak karna hanya oksigen yang ia ijinkan
masuk. Tapi tak jarang, rasanya tak seperti oksigen lagi melainkan bagai
segumpal benda besar dengan tingkat kepadatan paling tinggi. Begitu
menyesakkan.
Seperti itulah rasanya ruang kecilku malam
ini. Memandang gitar yang kamu titipkan beberapa bulan lalu di rumahku sebelum
kejadian itu, aku jadi merindukan sosokmu. Bayangmu sekejap memenuhi benakku.
Segala tingkah konyolmu terungkap lagi setelah beberapa bulan ini tak saling
bertegur sapa. Entah karena alasan apa kita menjadi seperti ini. Suasana canggung
kini selalu mendominasi saat kita tak sengaja bertemu pandang di jalan. Membuat
masing-masing saling menahan diri.
Di sudut kamar ini. Kuberanikan diri meraih
gitarmu dan mengambil posisi paling nyaman. Ragu, aku mulai mengatur nada
memetik beberapa dawai. Mengingat beberapa lagu yang sering kamu mainkan di
depanku. Lagu yang justru sering terdengar asing di telingaku. Tak begitu tahu
alunan musiknya, tapi paham dengan setiap lirik yang kamu lantunkan lewat suara
lembutmu. Membuatku langsung bersandar ke pundakmu karena sadar ternyata kamu
begitu mempesona. Tiga, empat lagupun menjadi begitu singkat. Aku sangat
menikmatinya.
Dari beberapa lagu itu, sayangnya aku hanya
ingat dua lagu. Itupun hanya satu yang bisa kumainkan dan pasti juga sangat
menyedihkan karena permainanku masih dalam tahap belajar.
Perlahan, sambil menatap jauh ku nyanyikan
lirik-lirik lagu Kiss Me dari Sixspence dengan tempo lebih lambat. Ada kenangan
khusus dengan lagu itu. Lagu yang ia ajarkan saat pertama kali aku memintanya
untuk mengajariku bermain gitar.
“Ajari lagu yang chordnya sederhana. Chord
yang bisa dijangkamu jari-jari pendekku”,
pintaku saat itu padanya. Ia hanya tersenyum sambil mulai mengenalkanku
pada chord-chord dasar. Membetulkan letak jariku ke tempat yang seharusnya.
Sesekali terdengar celetuk geregetan dari mulutnya wujud kebodohanku.
***
“ Ra, kamu
tahu nggak kenapa Bian sekarang berubah jadi seperti itu? Kemarin waktu kusapa,
tak ada respon apapun. Aku malah jadi korban cuek. Kata anak-anak juga jadi
pendiam?” tanya Putri, teman Bian yang kebetulan juga temanku meskipun kami
beda tingkatan kelas.
“ Aku juga
ngerasa gitu, Kak. Lihat status FB terakhirnya nggak? Kayaknya buat aku.
Kayaknya buat kamu juga. Soalnya pas kucari pertemananmu dengannya nggak ada.”
“ Wah
seminggu ini aku nggak sampek update status,
Ra. Emangnya gimana?”
“ Intinya,
ia minta maaf harus menghapus semua kontak tentang seseorang. Mungkin saat
bertemu nanti tak akan saling mengenal lagi. Di akhir statusnya ia tulis, teman
sekarat, no
best friend forever.”
“ Benarkah
ia menulis seperti itu? Sepertinya ia salah paham dengan kita, Ra.
“ Entahlah,
Kak. Waktu aku cek emang benar. Pertemananku dengannya dihapus. Saat tak
sengaja bertemu, ia pasti juga pura-pura tidak melihat.”
“ Perlukah
kita menemuinya?”
Aku tolak
dengan tegas pertanyaan Kak Putri kali ini. Menurutku ini akan mempepanjang
masalah. Aku juga meminta tolong padanya untuk tidak memberi tahu tentang ini
pada Miko. Bebannya tentang kecelakaan waktu itu belum berkurang, aku tak mau
ia harus memikirkan ini juga.
Kak Putri
menyetujuinya. Tapi pertanyaan masih saja ia ajukan. Kali ini ia menanyakan
perasaanku pada Bian.
“ Aku tak
tahu bagaimana perasaanku padanya sekarang. Aku masih tidak paham kenapa saat
kecelakaan itu terjadi, ia sama sekali tak menjenguk Miko dan aku. Padahal ia
tahu kejadiannya. Tidakkah ia menganggap Miko dan aku sebagai temannya?”
“ Gitarnya
juga masih teronggok berbulan-bulan di pojok kamarku. Mungkin ia bermaksud
memberikannya padaku sebagai perasaan bersalahnya. Tapi aku akan lebih senang
jika ia mengambilnya.” Tambahku pada Kak Putri.
“ Pasti
sangat sulit ya, Ra?”
Kak Putri
memperlihatkan ekspresi simpati padaku. Aku merasa bahagia ia begitu
menyayangiku. Memang tak ada hubungan persaudaraan diantara kita. Namun kami
tampak seperti saudara. Semoga akan selamanya seperti ini. Aku lihat kelopak
matanya berusaha keras menjaga agar air mata tak jatuh dari matanya. Sesekali
ia mendongakkan kepalanya.
“ Aku
baik-baik saja, Kak.”
***
......
Strike
up the band and make the fireflies dance
Silver moon's sparkling
So kiss me
Silver moon's sparkling
So kiss me
Kuakhiri lagu Kiss Me yang telah kunyanyikan dua putaran itu. Aku benar-benar
merindukanmu. Bukan sebagai seorang yang menyukaimu, melainkan sebagai teman. Kamu
adalah temanku.
Tak perlu banyak waktu yang
kubutuhkan untuk mengingat semua memoar tentangmu. Konyol, lucu, menarik,
manis, indah, haru, hingga kamu pilih akhir yang menurutku cukup pahit.
“ Kapan kamu akan ke rumahku untuk mengambil gitarmu? Take it now, cause holding your guitar as like as holding
your arms. Aku ingin kenangan manis
tentangmu cepat terlupakan. Aku harus move on. Kamu pasti tahu itu, Bian.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar