Senin, 12 November 2012

Holding Your Guitar As Like As Holding Your Arms



Miss corner
Selalu ada rasa sesak yang tanpa terduga pasti akan menempati ruang ini. Ruang kecil terselubung yang rasanya kerap berubah volume. Tak jelas apa yang membuatnya sesak karna hanya oksigen yang ia ijinkan masuk. Tapi tak jarang, rasanya tak seperti oksigen lagi melainkan bagai segumpal benda besar dengan tingkat kepadatan paling tinggi. Begitu menyesakkan.

Seperti itulah rasanya ruang kecilku malam ini. Memandang gitar yang kamu titipkan beberapa bulan lalu di rumahku sebelum kejadian itu, aku jadi merindukan sosokmu. Bayangmu sekejap memenuhi benakku. Segala tingkah konyolmu terungkap lagi setelah beberapa bulan ini tak saling bertegur sapa. Entah karena alasan apa kita menjadi seperti ini. Suasana canggung kini selalu mendominasi saat kita tak sengaja bertemu pandang di jalan. Membuat masing-masing saling menahan diri.

Di sudut kamar ini. Kuberanikan diri meraih gitarmu dan mengambil posisi paling nyaman. Ragu, aku mulai mengatur nada memetik beberapa dawai. Mengingat beberapa lagu yang sering kamu mainkan di depanku. Lagu yang justru sering terdengar asing di telingaku. Tak begitu tahu alunan musiknya, tapi paham dengan setiap lirik yang kamu lantunkan lewat suara lembutmu. Membuatku langsung bersandar ke pundakmu karena sadar ternyata kamu begitu mempesona. Tiga, empat lagupun menjadi begitu singkat. Aku sangat menikmatinya.

Dari beberapa lagu itu, sayangnya aku hanya ingat dua lagu. Itupun hanya satu yang bisa kumainkan dan pasti juga sangat menyedihkan karena permainanku masih dalam tahap belajar.

Perlahan, sambil menatap jauh ku nyanyikan lirik-lirik lagu Kiss Me dari Sixspence dengan tempo lebih lambat. Ada kenangan khusus dengan lagu itu. Lagu yang ia ajarkan saat pertama kali aku memintanya untuk mengajariku bermain gitar.

“Ajari lagu yang chordnya sederhana. Chord yang bisa dijangkamu jari-jari pendekku”, pintaku saat itu padanya. Ia hanya tersenyum sambil mulai mengenalkanku pada chord-chord dasar. Membetulkan letak jariku ke tempat yang seharusnya. Sesekali terdengar celetuk geregetan dari mulutnya wujud kebodohanku.
***
“ Ra, kamu tahu nggak kenapa Bian sekarang berubah jadi seperti itu? Kemarin waktu kusapa, tak ada respon apapun. Aku malah jadi korban cuek. Kata anak-anak juga jadi pendiam?” tanya Putri, teman Bian yang kebetulan juga temanku meskipun kami beda tingkatan kelas.

“ Aku juga ngerasa gitu, Kak. Lihat status FB terakhirnya nggak? Kayaknya buat aku. Kayaknya buat kamu juga. Soalnya pas kucari pertemananmu dengannya nggak ada.” 

“ Wah seminggu ini aku nggak sampek update status, Ra. Emangnya gimana?”

“ Intinya, ia minta maaf harus menghapus semua kontak tentang seseorang. Mungkin saat bertemu nanti tak akan saling mengenal lagi. Di akhir statusnya ia tulis, teman sekarat, no best friend forever.”

“ Benarkah ia menulis seperti itu? Sepertinya ia salah paham dengan kita, Ra.

“ Entahlah, Kak. Waktu aku cek emang benar. Pertemananku dengannya dihapus. Saat tak sengaja bertemu, ia pasti juga pura-pura tidak melihat.”

“ Perlukah kita menemuinya?”

Aku tolak dengan tegas pertanyaan Kak Putri kali ini. Menurutku ini akan mempepanjang masalah. Aku juga meminta tolong padanya untuk tidak memberi tahu tentang ini pada Miko. Bebannya tentang kecelakaan waktu itu belum berkurang, aku tak mau ia harus memikirkan ini juga.
Kak Putri menyetujuinya. Tapi pertanyaan masih saja ia ajukan. Kali ini ia menanyakan perasaanku pada Bian. 

“ Aku tak tahu bagaimana perasaanku padanya sekarang. Aku masih tidak paham kenapa saat kecelakaan itu terjadi, ia sama sekali tak menjenguk Miko dan aku. Padahal ia tahu kejadiannya. Tidakkah ia menganggap Miko dan aku sebagai temannya?”

“ Gitarnya juga masih teronggok berbulan-bulan di pojok kamarku. Mungkin ia bermaksud memberikannya padaku sebagai perasaan bersalahnya. Tapi aku akan lebih senang jika ia mengambilnya.” Tambahku pada Kak Putri.

“ Pasti sangat sulit ya, Ra?” 

Kak Putri memperlihatkan ekspresi simpati padaku. Aku merasa bahagia ia begitu menyayangiku. Memang tak ada hubungan persaudaraan diantara kita. Namun kami tampak seperti saudara. Semoga akan selamanya seperti ini. Aku lihat kelopak matanya berusaha keras menjaga agar air mata tak jatuh dari matanya. Sesekali ia mendongakkan kepalanya.

“ Aku baik-baik saja, Kak.”

***
......
Strike up the band and make the fireflies dance
Silver moon's sparkling
So kiss me

Kuakhiri lagu Kiss Me yang telah kunyanyikan dua putaran itu. Aku benar-benar merindukanmu. Bukan sebagai seorang yang menyukaimu, melainkan sebagai teman. Kamu adalah temanku. 

Tak perlu banyak waktu yang kubutuhkan untuk mengingat semua memoar tentangmu. Konyol, lucu, menarik, manis, indah, haru, hingga kamu pilih akhir yang menurutku cukup pahit.

“ Kapan kamu akan ke rumahku untuk mengambil gitarmu? Take it now, cause holding your guitar as like as holding your arms. Aku ingin kenangan manis tentangmu cepat terlupakan. Aku harus move on. Kamu pasti tahu itu, Bian.”
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar