Senin, 24 Desember 2012

Aku Tak Tahu

What Should I do?














Aku tak tahu kenapa
Kenapa aku tak tahu?
Aku pun tak tahu

Tapi....
Aku tahu jika aku lebih dari kamu
Kenapa aku tahu?
Karena aku tahu kenapa

Lalu....
Saat aku tahu kenapa
Kenapa aku tak segera lakukan itu?
Lakukan yang aku tahu itu kau lakukan
Yang membuat aku menjadi kembali tak tahu
Yang membuat aku tak tahu seharusnya aku bisa lebih dari kamu

Kapan Kau Rangkul Senja?

Sang waktu berseringai padaku tatkala petang mulai disambut senja
Katanya senja perlu kuikat untuk dapat merangkulnya sempurna
Katanya aku harus menghunus parang berkilat untuk dapat memainkannya penuh rasa
Menodongkan pada senja bersama gerak gemulai dalam alibi menggema
Senja perlu kuikat untuk tetap bertahan dalam masanya
Senja perlu kupasung untuk tetap terduduk dalam persinggahannya
Senja perlu kurangkul untuk tetap mendapatkan kehangatannya
Senja yang hadirnya selalu membuat bahagia tanpa noda
Senja yang singgahnya selalu ciptakan hening penuh tanda tanya

Mungkinkah miliki senja meski takkan sepenuhnya?
Haruskah sekarang menjerat senja dalam kepiluannya?

Tak ingin sia-siakan senja seperti sedia kala
Tak ingin lepaskan senja pada dia yang tak nyata
Tak ingin biarkan senja uapkan rasa menjadi semakin sirna
Tak ingin relakan senja hapus sendiri luka yang telah aniaya

Tuhan!
Inikah saatnya?
Tak adakah nanti, besok, atau mungkin lusa?
Aku tak mau senja membangun tembok sebesar raksasa
Aku tak mau senja mengikis kenangan yang mengakar setia

Tuhan!
Inikah waktunya?
Tak adakah nanti, besok, atau mungkin lusa?
Aku hanya inginkan dia
Aku hanya inginkan SENJA!

Only You!

Love You : )

















No one can give patience like You
No one can give fortitude like You
No one can give strength like You
No one can give sanctity like You
No one can give calm like You
No one can give entertain like You
No one can give attention like You
No one can give care like You
No one can give happy like You
No one can give a surprise like You
No one can give exams like You
No one can give a sign like You
No one can give ordeal like You
No one can give miracles like You
No one can give clues like You
No one can give love like You
Only You that can give it all for me, GOD!

Selasa, 18 Desember 2012

Yang Penting Hepi ^^



Happy
Ketika mereka sibuk merajut benang-benang asmara menjadi menjadi sebuah rajutan absurb bernama cinta, 
aku sibuk mengumpulkan segenggam kebahagiaan yang ditawarkan dunia
Saat mereka telah mendapatkan cinta dan sedang menikmati cinta, 
aku masih setia mengais sebulir kebahagiaan di antara cinta mereka
Setelah mereka bosan dengan kenikmatan cinta yang kini menjadi begitu klise
aku semakin senang memungut sisa-sisa kebahagiaan yang sering tak utuh
Tatkala pondasi kebencian perlahan mulai mereka bangun untuk mewujudkan perpecahan, 
aku mencoba menyusun sekeranjang mozaik kabahagiaan pada papan usang berukirkan “life”
Tiba saat mereka merusak heningnya malam dengan air mata akibat lelakunya sendiri, 
aku berhasil mendapatkan susunan kebahagiaan yang siap untuk kukembalikan pada dunia
Sekarang pada titik terakhir ketika mereka lelah dengan segala carut-marut dunia, lelah dengan semua ilusi tentang cinta, 
aku disini membawa milyaran kebahagiaan yang ingin kulempar untuk mereka
AKU!
Ingin hidup bersama mereka dengan bahagia
Ingin berbagi kebahagiaan dengan mereka dan dengan diriku sendiri.


Inspirasi dari Yok Koeswoyo 

Poelang Kampoeng bersama LB Band 
Jatirogo, 16-12-2012

Sabtu, 01 Desember 2012

Koes Plus - Andaikan Kau Datang

Terlalu indah dilupakan
Terlalu sedih dikenangkan
Setelah aku jauh berjalan
Dan kau ku tinggalkan

Betapa hatiku bersedih
Mengenang kasih dan sayangmu
Setulus pesanmu kepadaku
Engkau kan menunggu

Andaikan kau datang kembali
Jawaban apa yang kan ku beri
Adakah cara yang kau temui
Untuk kita kembali lagi

Bersinarlah bulan purnama
Seindah serta tulus cintanya
Bersinarlah terus sampai nanti
Lagu ini...ku...akhiri

Pesan Dalam Botol



Dari hati :)

“Sendirian tak mesti kesepian” 

Ini memang salahku. Ini kebodohanku. Ini karna ketidakpekaanku terhadapmu. Ini pertanda aku tak memahamimu.  Ini sebab yang telah membuatku berpikir ulang. Ini alasan yang menyadarkanku dari tidur panjang. Inilah yang mendorong batinku untuk menulis pesan ini. Pesan dari hati–UNTUKMU! Tak akan ada pesan ini jika tak ada dia yang menyadarkanku. Dia, yang sekejap membuka mata hatiku akan dirimu. Aku tak ingin menulis frasa-frasa indah penuh duka kali ini. Aku juga tak berniat mengucap pepatah-pepatah yang tak pasti bijak.
                                                               
Aku.

Aku tak mau menyesal untuk yang kedua kalinya. Aku tahu semuanya telah berubah. Semua telah berubah, begitu juga aku, begitu juga kamu, begitu juga kita. Waktu telah mampu menghapuskan segala yang tak berbeda di antara kita menjadi begitu berbeda. Kita yang mulanya berjanji akan setia menjadi tempat sampah dan sampah, berubah menjadi sampah sejati yang butuh tempat pembuangan pribadi.

Semestaku hampa saat hilangnya dirimu. Saat kau telah menemukan tempat pembuangan pribadi. Aku bagai berjalan di lorong-lorong gelap yang menunggu rengkuhan jemari lentikmu untuk menunjukkan cahaya terang. Aku selalu mengharapkan datangmu. Ulahmu yang melupakanku dengan sesederhana ini membuat memoar tentang kita berkejaran. Tak ada yang mau berhenti tayang. Malam-malamku sepi tanpa hadirnya sajak-sajak pilumu. Sajak-sajak yang sering membangun mimpiku. Kini, aku, sendiri harus membangun mimpi dan tiada henti memikirkan semua tentangmu.

Salahkah jika aku menginginkanmu?

Kamis, 29 November 2012

Curhatmu Malam Itu

Want you


“Ra, tunggu...” teriakmu sambil berusaha meraih pundaknya saat pulang sekolah. “Nanti malam aku kerumahmu.”

Tampaknya kau telah mengejutkannya dengan kalimat singkatmu. Namun, kau sengaja segera berlalu meninggalkannya karena kau tahu ia akan melontarkan kalimat-kalimat tanya selanjutnya yang justru akan membuatmu malu.

Entah sejak kapan kau dan dia saling memiliki ruang. Ruang yang menciptakan berbagai rasa di antara kalian berdua. Kau sendiri tak tahu apakah kau yang telah masuk perlahan ke ruangnya ataukah sebaliknya. Semuanya terjadi seperti air mengalir. Pada kenyataannya toh kau begitu menikmati keadaan ini.

Beberapa tanda tanya telah diperlihatkan oleh raut wajah Maura. Ia masih mempertahankan posisi terakhir saat kau melepaskan pundaknya. Memang tak biasanya kau yang setingkat lebih tinggi dari Maura dengan sengaja mau menunggu dan menyapa duluan. Apalagi di tempat yang memungkinkan banyak mata bisa memandang dengan mudah seperti saat ini. Gerombolan para perempuan pun secara otomatis mencari sumber suara yang ternyata darimu. Namun sayang, saat mereka tepat menemukan sumber suara itu, kau ternyata telah berhasil melarikan diri dan melenggang dengan tenang. Membuat Maura-lah yang harus mempertanggung jawabkan perbuatanmu.

“Cie, cie, Maura. Ternyata diam-diam lincah juga. PJ-nya dong, Ra?” sergah seorang kakak kelas dari gerombolan para perempuan menggoda Maura. Maura terlihat salah tingkah. Ya. Benar-benar salah tingkah dan tak tahu harus menjawab apa. Otaknya masih mencari jawaban yang tepat. Jawaban yang tidak  ambigu.

Maura tak mengenal siapa perempuan yang berbicara. Ia hanya tahu jika perempuan itu adalah teman sekelasmu. Banyak yang mengenal Maura. Hampir seluruh siswa mungkin. Adik kelas maupun kakak kelas. Maura memang aktif diorganisasi dan kegiatan-kegiatan sekolah yang memungkinkannya untuk sering bersosialisasi dengan para siswa.

Gosip semacam itu bagikan debu di musim kemarau. Cepat sekali terbawa oleh angin dan menempel di mana-mana. Pembersihan tak akan ada gunanya. Akan tetap datang lagi, lagi dan lagi dibawa oleh angin-angin yang baru. Hanya dengan mengabaikan dan menyerahkannya pada waktu-lah solusi yang sangat tepat.

Maura hanya membalas pertanyaan itu dengan senyuman lantas bergerak meninggalkan posisinya menuju parkiran. Ia dapati motormu hanya tinggal jejak-jejaknya saja. Kekecewaan menghiasi wajah orientalnya. Ia kemudian berjalan menuju halte yang ada di depan sekolah untuk menunggu angkot dengan banyak tanda tanya.

Senin, 26 November 2012

Lelaku Aku dan Dia

Aku ingin kamu

Meski....
Teringkus dusta beragam muslihat
Terukir berjuta naif dalam laga antara bangkit dan menunduk
Tercekik rasa penuh lara
Terpicing dengki utuh pembentuk rindu

Aku tetap ingin kamu

Gejolakku jadi kentara di masa ini
Antara pertahanan juga penyelesaian
Nikmati benang merah tiap lelaku aku dan dia
Entah....
Segala rupa dusta menunggu akhir
Tercetak haru buat sendu
Tercipta bahagia untuk pemuas rasa

Aku selalu ingin kamu

Avenged Sevenfold - Warmness On The Soul

Only You
Your hazel green tint eyes watching every move I make.
And that feeling of doubt, it's erased.
I'll never feel alone again with you by my side.
You're the one, and in you I confide.


[chorus]
And we have gone through good and bad times.
But your unconditional love was always on my mind.
You've been there from the start for me.
And your loves always been true as can be.
I give my heart to you.
I give my heart, cause nothing can compare in this world to you.

[Repeat chorus]


{Piano Solo}


I give my heart to you.

I give my heart, cause nothing can compare in this world to you.

Tanya Hati

With Love
Sejenak hidup di dunia ini
Tampak samar bahkan gelap sepi
Keluh hati tangis diri trus mencari
Dimanakah takdir ilahi tertulis rapi

Bingung mencari adakah jalan terang
Tajam kerikil setiap saat siap menghadang
Menjegal langkah yang coba menantang
Keras kehidupan yang bagai batu karang

Pada siapa kita akan bertanya
Apakah tak ada ujung jua

Jatuh bangun seakan slalu mengikuti
Kalah menang seolah jadi saksi
Hilang asa tak jarang menghantui
Itulah hidup yang penuh ironi
Namun tak mau hanya seperti ini

Diri sadar disentak oleh nyala api
Mengoyak semangat yang kian pergi
Berkilo jalan tunggu tuk dilalui
Mungkin tuntunan Nabi perlu ditelusuri
Biar hati tak tersesat lagi
Biar cahaya terang kembali

Kamis, 22 November 2012

Kugy and Keenan Wannabe (Dari Agatha Ega)

Net
"Berputar menjadi sesuatu yang bukan kita demi bisa menjadi diri kita lagi. Suatu saat nanti, kita akan jadi diri kita sendiri.” (Dee - Perahu Kertas)

Ini bukan cerita Kugy dan Keenan seperti yang ada dalam novel garapan Dee yang cukup tersohor itu, tapi ini kisah anak-anak manusia yang mungkin sedang menunggu menjadi dirinya sendiri.

Agatha Ega, Anindia Basuki, Achmad Romadlon, pernah mendengar nama-nama itu? Mereka bukan siapa-siapa, jadi tidak ada yang salah jika tidak mengenalinya. Kita bertiga hanya seorang siswa-siswi SMP waktu itu, sahabat, dan juga crew. Tak ada yang menyatukan kita selain satu hal: MIMPI. Aku punya cita-cita sendiri, Anin punya cita-cita sendiri, dan Ramapun juga, tidak ada yang sama, lalu apa? Kami yang selalu terobsesi akan hal-hal dalam jalur mimipi kita ini, hanya sering dan selalu berbagi.

Aku suka kebebasan, tapi ini bukanlah sebuah gen bawaan yang sudah ada ketika aku terlahir di dunia ini. Sekitar 3 tahun lalu aku baru belajar akan kebebasan, aku menjadi benar-benar tahu apa yang aku inginkan, impikan, dan harapkan sebenarnya. Dari gadis kecil lugu yang terbelenggu, yang selalu minder pada dunia luar, tiba-tiba mengenal akting, public speaking, menulis dan sastra, seorang guru sekaligus motivator: Dadija Oetomo — yang lagi-lagi mungkin kau tak mengenalinya — yang telah menyadarkanku.

Berbeda dengan diriku, Anin, juara kelas yang serba bisa itu juga tersadarkan oleh jalan yang harus ia pilih. Akting, vokal, dan menggambar, tiba-tiba saja ia disodorkan pada hal-hal yang harus ia sadarinya, hal-hal yang sebenarnya mendominasi dirinya dibanding hal lain, dan lagi-lagi orang yang sama yang telah membuatnya melek saat itu juga.

Kali ini Rama, sama seperti aku dan Anin, cowok berperawakan sederhana, lugu dan tak pernah peduli pada penampilan fisik itu, tiba-tiba saja ia melek tegnologi. Internet, komputer, jaringan, OS, sampai tulisan dan leadership, lagi-lagi sang motivator yang menginspirasi.

Sang motivator itu rupanya telah sukses bahkan berhasil telak menginfeksi kita bertiga yang haus akan inspirasi. Sejak itu kita jadi punya pegangan, Passion, dan di buat jelas jalan mana yang harus kita tempuh masing-masing. Aku ingin jadi jurnalis (Amin), Anin ingin jadi desainer grafis (Amin), Rama ingin jadi programer (Amin). Sejak itu pula kami mengamini semuanya, dan mulai melangkah membuat jejak. “Lakukan yang kamu cinta, cintai yang kamu lakukan.”, begitu terus kalimat yang mengalir menembus ruang tengah otak kami.

Tapi...

Terbunuh Masa Lalu

Udara pagi ini terasa sangat dingin, ditambah rintik-rintik hujan yang membasahi dedaunan dan apapun yang telanjang di bawah langit. Kabut masih menyelimuti kotaku pagi ini. Perlahan kubuka dua bola mataku yang masih berat ini. Kulihat jam dinding di kamarku menunjukkan pukul 04.30. Ternyata suamiku juga masih tidur pulas di sampingku. Tanpa buang-buang waktu, aku langsung pergi ke kamar Juna, anak laki-laki semata wayangku dan menyiapkan sarapan.
Banyak sekali aktifitas yang harus aku kerjakan hari ini. Sampai-sampai aku harus menuliskannya di kertas catatan berbagai kebutuhan dan aktifitasku hari ini agar tak tercecer. Akhir-akhir ini aku sering melupakan sesuatu. Aku sadar bahwa kini aku tidak dapat mengelola sesuatu dengan baik. Padahal dulu aku selalu bisa mangaturnya segala sesuatu dengan baik.
Mungkin aku terlalu terbebani oleh tanggung jawab yang diberikan ayah dan ibu padaku. Terlahir sebagai anak sulung dari empat bersaudara, membuatku harus kuat menanggung beban itu, aku harus bisa menyekolahkan adik-adikku hingga menjadi sarjana dan menanggung pernikahannya nanti.
Banyak orang yang berpikiran jika hidupku sangat sempurna. Padahal sebenarnya dalam hatiku ini tersimpan kepahitan. Orang-orang berkata bahwa aku sangat beruntung. Bekerja sebagai pegawai senior di salah satu perusahaan swasta terkemuka. Mempunyai suami yang sangat tampan, bertubuh atletis, dan seorang anak berumur 4 tahun yang berbulu mata lentik, berkulit putih.  
“Dua minggu lagi adikku akan menikah. Banyak yang harus kupersiapkan”, ujarku pada Elia, teman sekantorku sambil kutarik nafas dalam-dalam.
Sepertinya ia tidak paham dengan perkataanku. “Memangnya apa yang harus kakak lakukan?”, Tanya Elia. “Biasalah, harus pinjam uang sana-sini untuk pesta”, jawabku.
“Aku harus memikirkan gedung resepsi, gaun yang akan dipakai, acara akad nikah, sampai menu makanannya”, kataku pada Elia. Mungkin ia mengerti betapa rumitnya pikiranku.
“Kalau butuh bantuan, telfon aku saja kak. Aku pasti siap membantumu”, ujarnya padaku sambil tersenyum. Mendengar kata itu, hatiku bahagia. Tak menyesal aku mempunya teman sepertinya. Ia selalu membantu kesulitan yang aku alami. Karena tak ada siapapun yang mau membantuku, termasuk suamiku. Kadang aku berfikir, apakah dia harus kuceraikan atau kupertahankan. Banyak yang mengira, perkawinanku adalah perkawinan yang sempurna. Aku sering mendapat pujian atas ketampanan suamiku. Tapi semua itu salah besar. Perkawinanku yang sesungguhnya jauh dari bahagia. Suamiku sering bertindak kasar padaku. Salah sedikit saja, tangannya langsung beraksi. Selama ini aku menahan kepedihan hatiku tanpa seorang pun tahu termasuk orang tuaku. Aku selalu menutupinya,berpura-pura tidak terjadi apapun. Sampai akhirnya, perlakuannya padaku  sudah tidak bisa kutoleransi. Ia melakukan kekerasan yang mengakibatkan lebam-lebam di tubuhku.
Sampai suatu hari aku tiba di kantor pada pukul 12 siang.  Elia sontak terkejut melihatku karena melihat lebam-lebam di tubuhku.
“Apa yang terjadi padamu kak?” tanya Elia cemas. Aku hanya terdiam dan menangis tersedu-sedu di meja kerjaku sambil memegangi wajahku yang memar.
“Ada apa kak?” Elia bertanya lagi.
“Semalam Aji memukulku lagi. Aku hampir dibunuh”, jawabku pada Elia.
Elia sangat terkejut mendengarnya. Mungkin anggapannya tentang keluarga sempurna sekejap runtuh, karena ia juga beranggapan jika keluargaku adalah keluarga yang sempurna. Akhirnya kuceritakan semua yang terjadi padaku tadi malam padanya. Elia sedih mendengar ceritaku. Air matanya deras mengalir di pipinya yang mulus sambil terus mengusap rambutku dengan lembut. Akhirnya, kami berdua menangis bersama.

Every Silence Has A Story

Meaning of Love
“.....

Waktu terus berlalu. Emosi dan perasaan datang dan pergi silih berganti. Seperti bulan dan matahari. Siang dan malam. Semua yang ada di dunia ini berjalan secara alami. Mengikuti naluri. Maka, satukanlah hidup-mu dengan irama alam. Seperti matahari yang tak pernah memaksa untuk menerangi malam. Atau bulan yang selalu ingin jadi purnama setiap hari. Semuanya harus selaras. Seperti alam yang menyesuaikan diri dengan penuh kesabaran, namun meyakinkan.
Niscaya, hidup akan terasa jauh lebih ringan dan mudah jika kita berserah diri. Berpasrah. Bersabar. Tapi, juga yakin bahwa semua akan berlalu, bahwa kemarin bukanlah milik kita dan hari esok belum tentu jadi milik kita.
Amin.”
Itu adalah dua paragraf terakhir dari novel Cerita Dalam Keheningan karya Zara Zettira ZR. Aku baru saja rampung membacanya. Tidak butuh waktu lama untuk menyelesaikan sebuah buku yang cukup menarik. Sampulnya minimalis, manis, cantik. Aku tak berniat menulis resensinya. Aku hanya ingin mengungkapkan unek-unekku setelah membaca buku ini.
Banyak argumen yang diungkapkan oleh Zaira, tokoh utama, yang membuatku sadar kemudian mengangguk setuju seperti hanya ada satu Tuhan dan semua agama adalah hanya sebuah jalan untuk menuju satu tujuan yang sama yaitu kebaikan. Banyak juga hal yang sebelumnya tak begitu kuperhatikan menjadi kupikirkan lagi. Tentang tidak semua hal harus diungkapkan lewat rangkaian kata-kata untuk saling memahami. Seperti ibuku yang bisa memahami perasaanku tanpa aku harus menceritakan isi hatiku padanya. 
Lembar demi lembar masalah yang dialami Zaira membuatku semakin bijak dalam menjalani hidup ini. Semua bisa ada karena cinta, namun semua juga bisa musnah karena cinta. Aku menjadi semakin bingung dengan arti cinta. Bukankah kita hidup karena cinta? Mungkinkah kita hidup tanpa cinta? Mengapa cinta yang besar justr bisa membunuh kita? Bagaimana kita seharusnya menghadapi cinta? Entahlah, aku belum benar-benar mengetahuinya sekarang. 
Yang jelas, karena cinta Zaira pada ayahnya yang terlalu besar, membawanya pada jurang permasalahan. Membuatnya seperti orang gila, terpenjara dalam rasa bersalah, dan membuatnya berulang kali berusaha bunuh diri untuk dapat bersama lagi dengan ayahnya. Benar saja jika cinta itu misterius penuh daya magis. Kecintaannya pada sang ayah telah menimbulkan suatu ketergantungan pada dirinya. Hidupnya menjadi tak bermakna tanpa cinta ayahnya. Wow! Karena itulah, janganlah berlebihan mencintai seseorang. 
Dalam mencari jawaban dari masalah-masalah yang menggelayuti pikiran, nalurilah yang bisa memberi jawaban. Dengan berdiam dalam keheningan. Naluri itu murni, tak seperti pikiran yang terpengaruh oleh masa lalu. Naluri bisa membedakan mana baik dan mana yang buruk tanpa harus diajari. 
Membaca buku ini, seperti membaca sepenggal kisahku. Aku ingin mencoba berpegang pada masa sekarang, menganggap masa lalu sebagai kenangan, dan menyambut masa depan sebagai rahasia Tuhan. 
Menjalani hidupku seperti aliran air yang terus mengalir dan menyambut seseorang yang akan memberikan makna cinta padaku. Aku tak keberatan masih sendirian, asalkan jangan kesepian.

Jumat, 16 November 2012

Kamu Tetap Malaikatku



Dream Wolrd
Cuaca tak begitu terik siang ini. Tak seperti biasanya dimusim kemarau, kali ini suhu turun beberapa derajat yang membuat pori-pori berpuasa mengeluarkan peluh. Butiran halus air kiriman Tuhan membangun suasana menenangkan. Memaksa jutaan butiran debu tetap pada pijakannya dan basah. Menyodorkan aroma khas yang sangat dikenal oleh indera penciuman.

Kunikmati suasana ini sambil mencari sosoknya yang tak kutemui sepanjang hari ini. Menelusuri tiap jalur yang biasa ia lewati untuk sampai pintu gerbang sekolah dan duduk di halte menunggu angkot. Rasa cemas seketika terbangun tatkala tak kuketahui keadaannya. Mencoba menanyakan pada teman sekelasnya, tapi tetap nihil. Tak ada yang tahu kemana dia setelah keluar kelas. 

Sadar seluruh permukaan wajahku sukses menjadi basah karena butiran air halus yang berkumpul, kuputuskan untuk berteduh sebentar di depan perpustakaan. Mengambil selembar tisu yang ada di tas dan mengusapkan ke wajah. Pandanganku tetap terjaga mencari sosoknya. Pemuda dengan tinggi standar, berkulit sawo matang yang tak pernah lepas dari jaketnya. Kemana kamu?

Butiran halus air berhenti turun. Terlihat beberapa anak masih asik dengan aktivitasnya di sekolah. Aku memutuskan untuk pergi ke halte depan sekolah. Berharap mungkin dia sedang duduk di sana. 

Sampai di pintu gerbang, kuarahkan pandangan jauh ke halte. Dia tak ada di sana. Kutarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya panjang. Aku tetap berjalan menuju halte. Dengan langkah putus asa kugerakkan kaki ini. Sapa ceria dari teman-temanku tak mengubah perasaanku. Rasanya ada yang hilang.

“Maura....!!” panggil seseorang yang suaranya benar-benar kukenal. Tak ada alasan lagi untuk tidak menengok ke belakang. Ya, itu suara Miko.

“Hei?”

“Mau kemana?”

“Halte lah.”

“Ngapain ke halte, bukannya dijemput ya? Tunggu aja di sini”

“Bukan mau nunggu jemputan”

“Terus nunggu siapa?”

Pertanyannya membuatku merasa kesal. Tak tahukah dia, aku mengitari sekolah hanya untuk menemukan sosoknya. Dengan cekatan kujawab, “Kamu! Puas?”



Dia lalu diam dan berjalan mengikutiku menuju halte. Kami duduk bersama. Berdua, di tengah suasana sendu. Untuk beberapa saat kami mempertahankan ego masing-masing untuk menutup rapat-rapat mulut ini. Sesekali ia melihat ponsel yang ada digengaman dan memainkannya. Mungkin dia merasa jenuh bersamaku di sini. Mungkin dalam hatinya juga sudah memaki-maki sopir angkot yang tak kunjung datang.

“Selamat hari pahlawan, Ko” kataku membuka percakapan.

“Iya. Selamat hari pahlawan juga”

“Siapa pahlawan dalam hidupmu? Bolehkah aku tahu?”

“Emmm, siapa ya? Spiderman, Batman, Superman, Hulk, Thor, atau Cat Woman. Mana yang menrutmu lebih pantas?”

Dia mulai bercanda. Mencairkan suasana yang tadi sempat beku. Aku tersenyum. “Seriously, please! Who is your hero, Miko? Can you tell me?”

I don’t know.”

“Nggak tahu apa, pahlawan dalam hidupmu?”

“Bukan! Nggak tahu sama bahasa kamu. Emang siapa pahlawan kamu?”

Begitulah dia. Sering mengaku sebagai seseorang yang serius tapi sebenarnya, ya, seperti kebanyakan orang yang sangat dinamis. Aku menatapnya kesal tanpa berkata apapun. Dia sengaja membalasnya dengan tatapan lugu tak berdosa. Sambil membangun senyum seringainya, dia terus menatapku yang pasti terlihat semakin kesal. Aku benar-benar ingin menonjokknya. Tepat di tengah wajahnya. Emosiku memuncak, dan dia tahu itu.

“Hhahaha... Ujian berakhir, Nona! Emosimu terlalu mudah untuk berada pada posisi puncak. Aku tahu sudah banyak makian di benakmu untukku, kan? Dan jika aku tak menghentikannya sekarang, mungkin jiwaku terancam”

Baik memang tujuannya. Ingin membantuku menjadi lebih sabar. Tapi itu menjengkelkan. Dia memutar badan 90⁰ yang otomatis mengubah posisi duduknya yang awalnya sejajar denganku, menjadi menghadapku. Aku hanya diam sambil menatap jauh ke depan. Memandangi pemandangan depan sekolah yang ternyata masih alami. Hamparan sawah hijau terbentang menunjukkan keindahannya. Aku tahu ia menatapku sekarang.

“Apa bedanya malaikat sama pahlawan?” tanyanya dengan nada serius.

Aku masih enggan menjawab.

“Nona Maura masih ngambek ya? Tadi kan cuma bercanda. Apa sih bedanya malaikat sama pahlawan?” nadanya merayu tapi serius.

“Beda wujud dan tujuannya,” jawabku singkat.
  To Be Continued...